Cinta Tak Pernah Tepat Waktu (2025) 8.810
Nonton Film Cinta Tak Pernah Tepat Waktu (2025) Sub Indo | REBAHIN
Nonton Film Cinta Tak Pernah Tepat Waktu (2025) – Diadaptasi dari novel berjudul sama karya Puthut E.A., Cinta Tak Pernah Tepat Waktu buatan Hanung Bramantyo terasa begitu familiar. Bukan karena klise, tapi perihal kedekatan yang ceritanya bawa. Rasanya mayoritas dari kita pernah memakai “tunggu waktu yang tepat” sebagai jawaban atas beragam pertanyaan, namun tak pernah bisa mendefinisikan kapan sesungguhnya “waktu yang tepat” itu.
Protagonisnya bernama Daku (Refal Hady), yang seolah dipakai untuk menegaskan betapa personal karya ini bagi si pembuat, dan mungkin juga demikian di mata para penikmat. Meski pernah memenangkan sayembara Dewan Kesenian Jakarta, kini Daku malah cuma menulis novel pesanan, terjaga tiap dinihari merangkai kalimat yang bukan berasal dari hatinya.
Daku hanya terlalu betah berkutat dalam ketakutan. Dia takut bukunya takkan laku bila dibuat berdasarkan idealisme. Dia pun selalu enggan menemui ayah pacarnya, Nadya (Nadya Arina), karena takut didorong untuk segera menikah. Sewaktu akhirnya hubungan itu kandas, dan perempuan-perempuan lain seperti Anya (Carissa Perusset) yang mandiri hingga Sarah (Mira Filzah) si dokter asal Malaysia turut singgah di hidupnya, Daku pun terus terganjal ketakutan serupa.
Tentu Hanung, yang turut menulis naskahnya bersama Haqi Achmad, juga paham betapa kenyamanan Yogyakarta kerap menjadi pisau bermata dua bagi masyarakatnya. Dia bisa mendamaikan, tapi juga bisa terlalu jauh membuai hingga membuat individu terlena. Jangankan tanggung jawab besar pernikahan, sebatas untuk bangun pagi saja Daku tak mau. Pertanyaan “Bagaimana kamu melihat hidupmu lima tahun ke depan?” pun kesulitan Daku jawab, karena ia enggan memusingkan masa depan. “Menunggu waktu yang tepat” pun bisa jadi sekadar alasannya untuk lari.
Perjalanan Daku memahami takdir yang dibawa sang waktu akan terasa begitu menyakitkan (apalagi pasca hadirnya suatu tragedi), tapi tidak jarang pula ia tampil menggelitik lewat sentuhan humor yang terselip secara natural. Satu-satunya penghalang bagi narasinya untuk terbang lebih tinggi adalah, saat beberapa pesan yang diutarakan secara verbal oleh naskahnya, terdengar terlampau konservatif bila dikonsumsi oleh penonton masa kini (caranya memandang figur “perempuan idaman”, perspektif terkait pernikahan, dll.). Wajar saja, mengingat novelnya telah berumur dua dekade.